Jumat, 28 Desember 2012

UJIAN SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM


UJIAN AKHIR SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM


NAMA                   : BINTARA MARIO SIAGIAN
NIM                       : RRA1C110003 
MATA KULIAH     : KIMIA BAHAN ALAM
SKS                        : 2
DOSEN                  : Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU                 : 22-29 Desember 2012

PETUNJUK : Ujian ini open book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan GAGAL. Jawaban anda diposting di bolg masing-masing.

1. Jelaskan dalam jalur biosintesis triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak.

2. Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda.

3. Dalam isolasi alkaloid, pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid.

4. Jelaskan keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam Berikan contohnya.



JAWABAN
1.    Sintesa Terpenoid
        Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1.      Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2.      Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3.      Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevanolat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang sama seperti antara IPP dan DMAPP, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara atau satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama pula.

Bila reaksi organik sebagaimana tercantum. Ditelaah lebih mendalam, ternyata bahwa sintesa terpenoid oleh organisme adalah sangat sederhan a sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder ini lazimnya ialah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi dan sebagainya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7-MmCnkjT8LfPJh4H8wyTBzWQQBIvEZChYRXoYPPlK825J5k-vm8ZefPQJZjzRTdfUhoFr21JoPv2mmp5eWbNjcRL_PWGPH4rFm0aDi4qu7c4BRkg9WxP4iHTKU6S_3CS9kpYDZVJx1Y/s400/sintesis.jpg

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoida berasal dari penggabungan 3,3 dimetil allil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.
Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus molekul umum (C5H8)n.
Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.
Nama
Rumus
Sumber
Monoterpen
C10H16
Minyak Atsiri
Seskuiterpen
C15H24
Minyak Atsiri
Diterpen
C20H32
Resin Pinus
Triterpen
C30H48
Saponin, Damar
Tetraterpen
C40H64
Pigmen, Karoten
Politerpen
(C5H8)n  n  8
Karet Alam

Dari rumus di atas sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan selanjutnya menunjukan pula bahwa sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C5 yang disebut unit isopren. Unit C5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya seperti senyawa isopren. Wallach (1887) mengatakan bahwa struktur rangka terpenoid  dibangun oleh dua atau lebih molekul isopren. Pendapat ini dikenal dengan “hukum isopren”.

2. BAHAN DAN METODA

Daun C. anagyroides diperoleh dari Bogor. Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense. Semua bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis diperoleh dari Wako (Jepang).
Alat : Spektrum UV dibuat dengan Shimadzu UV-365 spektrofotometer.
Spektrum 1H (400 MHz) dan 13C NMR (100 MHz) diperoleh dengan JEOL α400 dalam DMSO-d6 dengan internal standar TMS. KCKT semipreparatif dilakukan dengan Gaskuro Kogyo model 576 dilengkapi dengan detektor Uvidex 100-II (kolom: TSK gel ODS-80Ts, 250 x 10 mm, eluen 40% DMF dengan laju alir 1,6 ml/ menit). KCKT analitik dilakukan dengan Tosoh CCPS dilengkapi dengan detektor Tosoh UV-8020 (kolom: TSK gel ODS-80TS, 250 x 4,6 mm, eluen 35% DMF dengan laju alir 0,6 ml/menit).
Metoda:
Ekstraksi dan Isolasi Daun tanaman dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan
terhindar dari cahaya matahari langsung. Setelah kering kemudian diserbuk. Sejumlah(3 kg) serbuk direfluks dengan MeOH 50%. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Residu yang diperoleh dicuci dengan kloroform berkali-kali, untuk menghilangkan klorofil. Hasil ekstraksi dikeringkan dengan freeze dryer. Ekstrak (3 g) yang diperoleh kemudian difraksinasi dengan kolom Sephadex LH-20 (45 (7 cm) menggunakan eluen dimetil formamida (DMF) 50%. Hasil fraksinasi dimonitor serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 350 nm, diperoleh 4 fraksi. Fraksi 3 (269 mg) dan 4 (1,5 g) dipisahkan lebih lanjut dengan menggunakan KCKT semipreparatif. Fraksi yang menunjukkan puncak yang sama dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary vacuum evaporator. Cairan kental yang diperoleh dikeringkan lebih lanjut dengan freeze dryer, dan diperoleh senyawa 1 (32 mg), 2 ( 87 mg), 3 ( 44 mg) dan 4 (47 mg).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada ekstraksi daun C. anagyroides dengan MeOH 50% diperoleh larutan kental berwarna kuning kehijauan. Setalah dicuci dengan kloroform warna larutan menjadi kuning muda, karena jumlah klorofil berkurang. Kandungan klorofil rendah diharapkan tidak mengganggu proses isolasi. Fraksi 3 dan 4 dari Sephadex LH- 20 dipisahkan lebih lanjut karena memperlihatkan pola kromatogram yang sama dan mengandung flavonoid relatif tinggi dibandingkan dengan fraksi lainnya. Fraksi ini pada HPLC analisis memberikan 4 puncak besar (Gambar 1). Keempat puncak tersebut dipisahkan lebih lanjut dengan KCKT semipreparatif.
 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN
Senyawa 1- 4 berupa hablur kuning muda. Berdasarkan pergeseran panjang gelombang pada spectrum UV pada spektrofotometer menunjukkan adanya inti flavonoida. Inti flavon tersebut memiliki gugus hidroksi pada posisi C-5. Hal ini ditunjukkan adanya pergeseran batochromic pada penambahan AlCl3/ HCl, tetapi inti tersebut tidak menunjukkan adanya gugus o-dihidroksi pada cincin B, karena tidak memberikan pergeseran kimia pada penambahan NaOAc/H3BO3 (Mabry et al. 1970). Berdasarkan jumlah sinyal pada spectrum karbon NMR (Tabel 2), senyawa 1- 4 memiliki 2 gugus gula. Pada daerah magnetik rendah spektrum proton NMR senyawa 1 (Tabel 1) menunjukkan adanya 6 puncak yang berasal proton aromatis. Sinyal pada δ 7,58 (1H, d, J= 1,8 Hz), 7,61 (1H, dd, J= 1,8 dan 8,5Hz) dan 6,95 (1H, d, J= 8,5 Hz) menunjukkan tipe katekol pada cincin B (Tabel 1). Sedangkan sinyal pada δ 6,44 (1H, s) dan 6,85 (1H, s) merupakan sinyal proton yang terikat masing-masing pada C-6 dan C-8. Berdasarkan data tersebut inti flavon tersebut tersubstitusi pada C-5, C-7, C-3' dan C-4'. Sinyal pada δ 3,90 (3H, s) merupakan ciri khas dari gugus metoksi. Gugus ini berdasarkan spektrum HMBC terikat pada C-3'. Dengan demikian inti flavon tersebut adalah chrysoeriol. Spektrum proton NMR juga menunjukkan sinyal pada rentang δ 3,28- 5,31. Sinyal ini memberikan crosspeak dengan 11 sinyal karbon (δ60.2 - 121.2) pada spektrum C-H COSY. Berdasarkan spektrum 1H dan 13C NMR senyawa 1, sinyal tersebut berasal gugus gula apiosa dan glukosa.


Gambar 1. Profil kromatogram fraksi 4 ekstrak MeOH setelah fraksinasi dengan
Sephadex LH-20.

Senyawa 1- 4 berupa hablur kuning muda. Berdasarkan pergeseran panjang gelombang pada spectrumUV pada spektrofotometer menunjukkan adanya inti flavonoida. Inti flavon tersebut memiliki gugus hidroksi pada posisi C-5. Hal ini ditunjukkan adanya pergeseran batochromic pada penambahan AlCl3/HCl, tetapi inti tersebut tidak menunjukkan adanya gugus o-dihidroksi pada cincin B, karena tidak memberikan pergeseran kimia pada penambahan NaOAc/H3BO3 (Mabry et al. 1970). Berdasarkan jumlah sinyal pada spectrum karbon NMR (Tabel2), senyawa 1- 4 memiliki 2 gugus gula. Pada daerah magnetik rendah spektrum proton NMR senyawa 1 (Tabel 1) menunjukkan adanya 6 puncak yang berasal proton aromatis. Sinyal pada δ 7,58 (1H, d, J= 1,8 Hz), 7,61 (1H, dd, J= 1,8 dan 8,5Hz) dan 6,95 (1H, d, J= 8,5 Hz) menunjukkan tipe katekol pada cincin B (Tabel 1). Sedangkan sinyal pada δ 6,44 (1H, s) dan 6,85 (1H, s) merupakan sinyal proton yang terikat masing-masing pada C-6 dan C-8. Berdasarkan data tersebut inti flavon tersebut tersubstitusi pada C-5, C-7, C-3' dan C-4'. Sinyal pada δ 3,90 (3H, s) merupakan ciri khas dari gugus metoksi. Gugus ini berdasarkan spektrum HMBC terikat pada C-3'. Dengan demikian inti flavon tersebut adalah chrysoeriol. Spektrum proton NMR juga menunjukkan sinyal pada rentang δ 3,28- 5,31. Sinyal ini memberikan crosspeak dengan 11 sinyal karbon (δ60.2 - 121.2) pada spektrum C-H COSY.
Berdasarkan spektrum 1H dan 13C NMR senyawa 1, sinyal tersebut berasal gugus gula apiosa dan glukosa.
(Agrawal 1992). Berdasarkan spectrum HMBC senyawa 1, glukosa terikat pada C-7, sedangkan apiosa terikat pada C-6". Dengan demikian senyawa 1 dapat disimpulkan sebagai chrysoeriol 7-O-β-D- apiofuranosyl (1!6)-β-D-glukopiranosida (Bucar et al. 1998). Strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2. Spektrum 1H dan 13C NMR senyawa 2 hampir sama dengan senyawa 1. Hanya terjadi pergeseran sinyal pada spectrum 13C NMR yang berasal dari C-2". Hal ini diakibatkan.
pada senyawa 2 apiosa terikat pada C-2". Hal ini diperkuat dengan spektrum HMBC senyawa 2, yang menunjukkan adanya long-range correlation antara sinyal yang berasal dari H-2" dan C-1"’. Berdasarkan hal tersebut struktur senyawa 2 dapat ditentukan sebagai chrysoeriol 7-O- β-D- apiofuranosyl(1!2)-β-D- glukopiranosida (Biswass et al. 1977). Struktur senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Spektrum proton NMR senyawa 3 (Tabel 1) mirip dengan spectrum senyawa 1 dan 2, hanya pada cincin B senyawa 2 menunjukkan tipikal para-hidroksi, yaitu sinyal pada δ 7,95 (2H, d, J= 8,5 Hz) dan 6,94 (2H, d, J= 8.5 Hz). Sedangkan sinyal inti flavon lainnya mirip dengan senyawa 1

Gambar 2. Struktur kimia dan korelasi HMBC yang penting dari senyawa 1, 2, 3 dan 4.
Pergeseran kimia sinyal pada spektrum 1H dan 13C NMR senyawa 3 yang berasal dari gugus gula sama dengan sinyal pada spectrum NMR senyawa 1. Hal ini juga didukung oleh spectrum H-H COSY, C-H COSY dan HMBC senyawa 3. Berdasarkan
data tersebut senyawa 3 ditentukan sebagai apigenin 7-O-β-D-apiofuranosyl (1!6)-β-glukopyranosida (Kaneko et al. 1995). Struktur senyawa tersebut dapat dilihat pada
Spektrum proton dan karbon NMR senyawa 4 hampir mirip dengan senyawa 3, hanya terdapat pergeseran sinyal pada δ 75,7 yang berasal dari C-2”’. Dengan demikian senyawa dapat disimpulkan sebagai apigenin 7-O-β-D-apiofuranosyl (1!2)-β-glukopiranosida, atau dikenal sebagai apiin. Strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Keempat senyawa tersebut sudah dilaporkan sebelumnya, tetapi belum pernah ada laporan tentang isolasi senyawa tersebut dari daun C. anagyroides.

Berdasarkan hasil tersebut di atas senyawa flavonoida yang terdapat pada daun C. anagyroides adalah: apigenin 7-O-β-D-apiofuranosil (1!6)-β-glukopiranosida, apigenin 7- O-β-D-apiofuranosil (1!2)-β-glukopiranosida, chrysoeriol 7-O-β-DGambar apiofuranosil (1! 6)-β-D-glukopiranosida dan chrysoeriol 7-O-β-Dapiofuranosil (1! 2)-β-D-glukopiranosida.

3. Pada umumnya, alakaloid diekstraksi dari tumbuhan sumbernya melalui prosedur berikut:
1) Tumbuhan (daun, bunga buah, kulit, dan/atau akar) dikeringkan lalu dihaluskan.
2) Alkaloid diekstaksikan dengan pelarut tertentu, misalnya dengan etanol, kemudian pelarutnya diuapkan.
3) Residu yang diperoleh diberi asam anorganik untuk menghasilkan garam ammonium kuartener, kemudian diekstraksikan kembali.
4) Garam N+ yang diperoleh direaksikan dengan natrium karbonat (sehingga menghasilkan alkaloid-alkaloid yang bebas) kemudian diekstraksikan dengan pelarut tertentu seperti eter kloroform atau pelarut lainnya.
5) campuran alkaloi-alkaloid yang diperoleh akhirnya di isolasi melalui berbagai cara, misalnya dengan metode kromatografi. Cara lain, misalnya dengan cara mereaksikan alkaloid dengan “larutan Reinecke”. Hasilnya adalah campuran reinekat-reinekat, dilarutkan dalam aseton dan kemudian dilewatkan melalui kolom penggantian ion (ion-exchange column). Cara ini biasanya menghasilkan  alkaloid-alkaloid yang lebih murni.
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik alam yang strukturnya banyak terkandung atom nitrogen yang bersifat basa. Senyawa jenis ini banyak diekstraksi dari tumbuhan dan digunakan secara umum dimasyarakat.
Sifat kimia yang dimiliki alkaloid adalah sifat kebasaannya yang muncul karena adanya atom nitrogen. Sifat basa ini terjadi jika gugus fungsional yang posisinya berdekatan dengan atom nitrogen bersifat melepaskan elektron.
Elektron yang dilepaskan ini akan meningkatkan pasokan electron yang terdapat dalam atom nitrogen sehingga senyawanya menjadi lebih bersifat basa. Akan tetapi, jika gugus fungsional yang berada dekat dengan nitrogen, bersifat sebagai penarik elektron maka tingkat kebasaanya akan menurun karena berkurangnya pasokan electron.
Sifat kebasaan alkaloid ini akanb menyebabkan senyawa ini mudah terdekomposisi di udara terutama sekali dalam keadaan panas. Keberadaan sinar yang disertai dengan kandungan oksigen yang cukup juga akan mampu membuat senyawa ini terdekomposisi.
Produk hasil reaksi dekomposisi ini biasanya berupa N-oksida yang dapat menimbulkan berbagai masalah jika dibiarkan dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, untuk mencegah reaksi dekomposisi suatu alkaloid harus diubah kedalam bentuk garamnya dengan menambahkan senyawa organik maupun senyawa anorganik.  

Contohnya:
1. Alkaloid Lisina
Sebagai homolog ornithine, lisin dan senyawa yang terkait menimbulkan sejumlah alkaloid, beberapa yang analog dengan kelompok ornithine.
  1. Struktur alkaloid lisina

2. Alkaloid Phenylalanine
    1. Struktur phenylalanine
Alkaloid phenyilalanin dan tyrosine adalah alkaloid yang merupakan precursor dari alkaloid amina.Beberapacontohdari alkaloid ini:
a. Ephedrin; Ephedra sinica, E. equisetina

                  

b. Colchicum autumnale

Kegunaan: umbi dari Colchicum autumnale berisi colchicine, obat yang bergunauntukterapeutik.
3. Alkaloid Dihydroxyphenylalanine
Dihdroksilfenilalanin atau biasa disebut dengan dopa merupakan senyawa bentukan dari tirosin.
Gambar Struktur Dihydroxyphenylalanine

Contoh simplisia dihidroksiphenylalanin :
a.     Velvet bean; Mucuna pruriens (Phaseoleae); Mucuna pruriens Seed.
Kegunaan : bias digunakan olahan kecap


                

4. keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam yaitu:
Pembuktian struktur senyawa organic bahan alam yang telah memberi dasar pemikiran tentang tipe deret sintesis yang dilakukan oleh sintesis enzim dalam organisme. Penyelidikan terhadap hubungan antara struktur-struktur senyawa sering menyarankan bahwa suatu senyawa merupakan zat antara (intermediate) pada sintesis biogenesis dari zat yang lebih kompleks.
Yang berikut adalah satu contoh pendekatan secara eksperimen terhadap problema biogenesis. Pendapat yang beralasan dan telah lama dianut oleh para ahli mengatakan bahwa asam-asam amino adalah precursor (zat asal) dari alkaloid dalam metabolisme tumbuh-tumbuhan, telah dibuktikan melalui penelitian molekul yang mengandung isotop C, N, O atau H. Tekniknya meliputi langkah-langkah berikut:
1)      sintesis dari asam amino yang molekulnya mengandung isotop pada posisi yang diketahui.
2)      Metabolisme dari molekul bertanda oleh tumbuh-tumbuhan.
3)      Isolasi senyawa bahan alam yang sedang diselidiki.
4)      Penentuan tingkatan (level) isotop dalam alkaloid dan degradasi molekul untuk menunjukkan posisi yang tepat dari isotop penjejak (tracer).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar